Ruang Mama Online Vol. 11
Jam: 14.00-15.00 WIB
Narasumber: Ustadzah Aini Aryani, Lc
Narasumber: Ustadzah Aini Aryani, Lc
Moderator: Kak Miranti
Alhamdulilah hari Rabu, 13 Mei 2020 yang lalu Mama Teman Main dalam Ruang Mama mendapat kesempatan untuk sharing ilmu bersama Ustadzah Aini langsung by Skype. Untuk pertama kalinya Ruang Mama sharing online. 🤩🤩
Materi disampaikan dengan bahasa yang lugas dan mudah di mengerti. Ternyata Ustadzah Aini jago sekali membuat kita senyum-senyum saat mendengarkan materi sekaligus jlep-jlep dengan fakta-faktanya. Aghh kebayangkan serunya. Alhamdulilah.😇🤲
Terimakasih banyak Ustadzah Aini untuk sharing ilmu dan diskusinya yang super fun. Kami jadi mengetahui lebih detail fiqih puasa, terutama fiqih puasa di tengah pandemi ini. Untuk Mama-mama yang belum berkesempatan ikutan Sharing Online kemarin, bisa tetap belajar juga ya Ma lewat rangkuman di bawah ini. Semoga bermanfaat. Happy Learning Mama!🤗🙏
MATERI
KASUS YANG SERING TERJADI 👇
Bagi yg masih punya hutang puasa tahun lalu krn haid, lalu keburu datang ramadhan berikutnya. Apa konsekuensinya?
Disini ada 2 kondisi :
Pertama,
jika menunda qadha nya karena melalaikan kesempatan yg pernah ada (punya kesempatan meng-qadha' tapi ditunda2 terus) sampe ketemu ramadhan berikutnya, Maka dia dikenai kaffarat bayar FIDYAH.
Misal hutang tahun lalu yg belum dibayar ada 7 hari. Maka dia wajib bayar fidyah 7 mud pada 7 orang miskin. Plus hutang puasanya yg 7 hari itu tetap harus diganti nanti kalo udah selesai ramadhan tahun ini.
Kedua,
Jika menundanya karena ada udzur (alasan yg dibenarkan oleh syariat), seperti karena sakit dalam waktu yg lama, lalu menunda qadha' sampe bertemu ramadhan berikutnya, maka dia tidak dikenai denda apapun. Cukup meng-qadha hutang puasanya begitu dia sehat.
FIQIH PUASA
Wanita muslimah yang sudah baligh dan aqil (berakal sempurna) itu wajib berpuasa di bulan ramadhan. Kecuali:
a. Sedang Haid atau Nifas.
Wanita haid dan nifas tidak boleh berpuasa di bulan Ramadhan. Silakan dihitung berapa hari haid atau nifasnya berlangsung selama ramadhan.
Nanti setelah ramadhan usai, dia bisa mencicil untuk mengganti puasa yang dia tinggalkan itu (qadha').
b. Wanita Hamil dan Menyusui.
Ibu hamil dan menyusui yang tidak kuat berpuasa karena takut terjadi sesuatu yg akan menimpa dirinya atau janin/anaknya, maka boleh tidak berpuasa dulu di bulan Ramadhan ini.
Lalu, kalau Ibu hamil/menyusui tidak berpuasa ramadhan, apakah nanti dia wajib bayar qadha saja, ataukah boleh bayar fidyah saja?
Dalam hal ini, ulama dari madzhab Syafii mengatakan:
- Jika wanita hamil/menyusui itu tidak berpuasa ramadhan karena sebab khawatir akan terjadi sesuatu pada dirinya, karena badannya lemah, letih, anemia, dll, maka nanti dia wajib mengganti puasanya di hari lain (qadha).
-Namun jika tidak berpuasanya karena sebab mengkhawatirkan sesuatu terhadap anaknya (sedangkan badan si ibu hamil dan menyusui itu baik-baik saja), maka yang harus dia lakukan adalah Qadha' dan juga Fidyah.
- Sementara jika tidak berpuasanya itu disebabkan dua hal : takut sesuatu menimpa dirinya dan jg anaknya, maka cukup qadha' saja, tanpa bayar fidyah.
Bagaimana cara membayar fidyah?
Dengan cara memberi makan faqir miskin berupa 'makanan pokok mentah' (beras) sebanyak 1 mud atau kisaran 0,8 liter beras dikali jumlah hari tak berpuasa. Ini adalah pendapat dari ulama madzhab syafii.
Ada pula ulama lain yang membolehkan membeyar fidyah dengan memberi makanan matang siap santap.
Saya kasih gambaran kasusnya ya:
Misal ada wanita hamil yg badannya sehat dan mampu berpuasa. Tapi kandungannya bermasalah. Dokter menyarankan agar tidak berpuasa dulu selama bulan ramadhan tahun ini, supaya janinya tidak gugur. Lalu ibu hamil ini tidak berpuasa.
Maka, Ibu Hamil ini wajib membayar Qadha dan juga fidyah.
Fidyah boleh dilakukan terlebih dulu, sebab fidyah sudah boleh dibayarkan sejak si ibu mulai tidak berpuasa. Sedangkan Qadha' harus menunggu si Ibu mampu berpuasa, kelak saat sudah tiak hamil dan menyusui lagi.
Maka, kalau si ibu tidak berpuasa selama 30 hari ini, dia harus membayar 30 mud beras. atau kurang lebih 0,8 liter beras x 30 = 24 liter beras.
Beras ini diberikan kepada 30 orang miskin.
c. Wanita yg sedang sakit.
Tidak semua orang sakit boleh meninggalkan puasa di bulan ramadhan. Sebab yang boleh tidak puasa hanya orang sakit yg ada pengaruhnya jika ia berpuasa. Maka, orang sakit yg boleh tidak berpuasa ramadhan adalah:
- Sakit yg jika dia berpuasa, maka sakitnya akan tambah parah.
- Atau Sakit yg jika dia berpuasa, maka kesembuhannya bisa berpotensi tertunda.
Orang sakit yg tidak berpuasa, dan dia masih diharapkan kesembuhannya, maka dia nanti wajib menggnati puasanya di hari yg lain (qadha).
d. Wanita yg tidak mampu lagi berpuasa
Jika ada wanita yg sudah lanjut usia dan sudah tak mampu lagi berpuasa, maka silakan tidak berpuasa. Nanti dia cukup membayar fidyah saja sebagai gantinya.
Ketentuan ini juga berlaku bagi orang sakit yg tak diharapkan lagi kesembuhannya.
e. Wanita yang sedang musafir.
Musafir itu boleh tidak berpuasa di bulan ramadhan jika memenuhi syarat:
- Safarnya di bulan ramadhan.
- Berangkat dari sebelum subuh.
- Jarak yg akan ditempuh minimal 4 burud (88,7 km)
- Perjalanannya bukan karena tujuan maksiat, tapi untuk tujuan yg dibolehkan syariat, misak pulang kampung, dinas, dll.
Hal-Hal Yang Sering Diabaikan Saat Berpuasa :
a. Tidak Sahur
تسحروا فإن السحور بركة
Nabi Bersabda :
"Sesungguhnya dalam sahur itu ada keberkahan". (HR. Bukhari)
Sangat merugi jika kita tidak sahur. Jika bangun kesiangan saat imsak masih bisa sahur kok. Misal dengan minum air atau ngeteh. Yang penting kita dapat berkahnya sahur.
Ada pahala dan kebaikan bagi mereka yg memperjuangkan sahur. Asalkan jangan sampai kebablasan sampai subuh. Sebab jika waktu subuh telah tiba, maka saat itu kita sudah terikat dengan larangan-larangan puasa, salah satunya makan minum.
b. Salah menentukan waktu maghrib.
Orang yang makan dan minum sebelum maghrib tiba karena keliru menentukan waktu maghrib itu beda kasusnya dengan orang yg makan siang hari karena lupa.
Contoh makan/minum siang hari karena lupa :
Saya beli bakso dan cendol di siang hari ramadhan karena lupa bahwa saya sedang berpuasa.
Lalu setelah kenyang, baru sadar kalau saya sedang berpuasa. Nah, disitu puasa saya tidak batal. Saya tetap wajib melanjutkan puasa saya sampai maghrib. Pahala puasa saya nggak hangus. Sebab saat makan bakso, saya sedang lupa bahwa saya sedang berpuasa.
Sedangkan contoh kasus 'Keliru menentukan maghrib', :
Sore habis ashar saya tidur. Lalu saat lelap saya mendengan bunyi bedug. lalu saya bangun dan segera menuju dapur untuk berbuka puasa, sebab mengira sudah maghrib.
Ternyata...jam masih menunjukkan pukul 17.30. Belum maghrib. Bunyi bedug yg saya dengar tadi rupanya bunyi iklan sirup di televisi :)
Disitu, puasa saya batal. Sebab saya minum sebelum maghrib tiba. Dan saya lalai mengkonfirmasi bunyi bedug yg saya dengar, apakah itu benar-benar petanda waktu maghrib ataukah bukan.
c. Target Khatam al-Quran Tapi Meremehkan Tajwid.
Membaca alquran di bulan ramadhan itu besar pahalanya. Dengan syarat membacanya dengan ketentuan tajwid yg benar.
Jika sudah menguasai cara membaca alquran dengan makharijul huruf dan tajwid yang benar, silakan saja mengejar target khatam al-quran berkali-kali. Silakan juga mempercepat speed membaca quran.
Tapi...jika kita masih berada dalam tahap belajar baca quran (tahsin), maka yg ditargetkan jangan khatam berkali-kali, apalagi dengan speed yg sangat cepat. Kuatir menabrak ketentuan tajwid. Panjang pendek bacaan malah diabaikan. Bukannya dapat banyak pahala, malah dapat dosa.
d. Banyak Tidur Karena Mengira Tidurnya Orang Puasa Itu Ibadah.
Ada satu hadits yg populer di kalangan masyarakat yaitu :
نومة الصائم عبادة
yg artinya "tidurnya orang puasa adalah ibadah"
Padahal itu adalah hadits palsu atau al-hadits al-maudhu', yg artinya itu bukan sabdanya Nabi Muhammad.
Redaksi hadits tersebut tidak ada dalam riwayat kitab-kitab hadits. Jika itu bukan sabda Nabi, maka tidak bisa dijadikan hujjah dan dalil atas suatu hukum.
Mau banyak tidur di bulan Ramadhan silakan saja, tapi jangan mengklaim itu ibadah. Apalagi meyakini sebagai anjuran dari Nabi.
Sebab dahulu kala, Rasulullah dan para shahabat justru makin produktif di bulan Ramadhan, mengisi waktunya dengan beribadah. Bahkan penyebaran dakwah islam di masa Nabi seringkali terjadi di bulan Ramadhan.
Jadi, kita harus proporsional dalam mengisi siang hari bulan Ramdhan. Antara tidur/istirahat, aktifitas fisik serta ibadah harusnya tetap seimbang :)
FIQIH PUASA DI TENGAH PANDEMI
1. Apakah sakit covid wajib puasa?
Tergantung pendapat dari pakarnya (dokter)
2. Tak bisa Taraweh di masjid?
Boleh Taraweh dirumah. Justru memaksa diri Taraweh di masjid di masa pandemi, akan menjadi masalah dan tidak sunnah lagi.
3. Tak bisa itikaf karena masjid ditutup?
- rukun itikaf itu harus berada di dalam masjid.
- itikaf bukan satu2nya wasilah mendapat lailatul qadar.
- satu pintu ibadah tertutup, masih banyak pilihan ibadah lain untuk dipilih.
4. Bolehkah dokter tidak puasa krn merawat pasien covid?
Boleh dengan beberapa syarat.
5. Hikmah pandemi:
- tidak ada bukber. Taraweh tak terganggu.
- mengikat emosi keluarga dengan Taraweh bersama.
- tidak kuliner berlebihan.
6. Tak bisa mudik?
Mudik itu tradisi.
Sedangkan syariatnya adalah silaturahmi.
Dengan technologi, inti dari silaturahmi tetap bisa dijalankan tanpa membawa madharat.
Q&A
1.Tanya : Ustadzah bagaimana jika kita tahunya saat sudah magrib ternyata haid, apakah puasa kita hari itu batal,
Jawab : Pastikan dahulu, coba cek dulu dari darah yang sudah ada di celana, apakah darahnya masih segar atau sudah kering. Jika masi segara Insya Allah puasanya masih ok, tapi jika darahnya sudah kering kemungkinan kita sudah haid jauh sebelum magrib dan wajib mengganti puasanya.
Untuk wanita yang darah haidnya sudah berhenti dari malam, maka puasa kita tetap lanjutkan sampai magrib. Mandi sebelum subuh.
2. Tanya : Ada lansia yang sedang sakit, tidak mampu secara ekonomi, tapi beliau ingin membayar fidyah. Bagaimana itu ya Ustadzah?
Jawab : Orang yang sudah renta dia tidak wajib puasa tapi membayar fidyah bagi yang mampu. Jika kondisinya tidak mampu Beliau tidak ada kewajiban untuk membayar. Jika mau kita yang mampu bantu Beliau untuk membayar dengan cara kita sedekah beras kepada beliau agar beliay bisa makan dan bisa membayar fidyah.
3. Tanya : Bagaimana kita melatih anak usia 4-5 thn untuk berpuasa? Apakah ada kisi-kisi Ustadzah untuk ini?
Jawab : Anak umur 4-5 tahun ini unik.
Pertama : Kita harus memulainya dari sebelum Ramadhan. Kita banyak bercerita tentang indahnya Ramadhan, bulan yang penuh pahala. Klo kita menjalani yang disuka Allah di bulan Ramadhan pahala besar sekali lho Nak, dll. Agar anak bersemangat dan terbayang indahnya bulan Ramadhan sehingga dia ridho untuk menjalani ibadah.
Kedua : Terapkan sesuai kemampuannya. Jadikan Ramadhan bulan yang sangat FUN untuk anak beribadah.
Ketiga : Ajari anak tata cara puasa yang benar. Contohnya : Jika saat puasa tiba2 anak merasa gak enak badan, dan dia harus berbuka ya gpp berbuka, tapi kita harus jelaskan jika kakak berbuka berarti kakak sudah batal ya tidak mendapat pahala puasa Ramadhan. Kita harus jujur dalam hal ini. Tapi selanjutnya kita bisa jelaskan jika kakak setelah minum dan merasa badan kakak enakan, kakak tidak makan dan minum lagi hingga magrib seperti halnya puasa, kakak akan mendapat pahala imsak.
Kulwap dirangkum oleh Kak Harty 🧡
-SELESAI-
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.